Pena Ideologis: Ratunya Partai Sekular Di Indonesia

/ Tanggal: 24 Maret 2018

Pada awal detik-detik proklamasi kemerdekaan negeri ini, muncul pergumulan dan perdebatan hebat untuk menjawab " Dengan apa negeri ini diatur setelah merdeka ? ", pertanyaan lebih menukik adalah menjawab " Dengan dasar apa negeri ini dibangun ?" Majelis BPUPKI/PPKI merekam fragment pergumulan untuk menjawab pertanyaan di atas. 
-
Faksi pengusung Ideologi Islam pilihannya jelas memperjuangakan Islam sebagai dasar negara. Sosok yang mewakili adalah beliau Ki Bagus Hadikusumo, para ulama, dan akademisi muslim lainnya. Sementara propagandis Sekularisme diwakili tokoh kharismatik Soekarno, Hatta, Yamin, Soepomo, dan lainnya. Sedangkan faksi Komunisme-Sosialisme saat BPUPKI/PPKI tidak masuk dalam rapat. 
-
Begitu sengitnya pertarungan dalam forum BPUPKI ini sehingga terjadi deadlock, hingga dengan beragam yang belum usai muncupah Pancasila dengan sila pertama Kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Walaupun sempat Ki Bagus Hadikusumo protes keras untuk menghilangkan frasa " bagi pemeluk-pemeluknya ". Dan Prof.Kahar Mudzakir sempat menggebrak untuk tegas saja negeri ini berdasar Islam atau netral agama ( Sekular ), suasana hening. 
-
Pancasila dengan tujuh katanya sila pertamanya dengan ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya " ini diultimatum oleh kaum Intoleran, kaum radikal, anti Islam, anti persatuan,  yang ingin memisahkan dirinya, bahkan mengancam, seolah mereka pura-pura bego dan tidak tahu bahwa saat rapat PPKI ada Mr.Aa Maramis yang ikut rapat. Itulah konon yang disebut masyarakat bagian timur yang mengancam lewat opsir Jepang yang menitipkan pesan kepada Hatta. Cerita ini juga gak jelas juntrungnya. 
-
Yang jelas lewat rayuan gombal, plus menekan-nekan untuk mencoret frasa " Kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya " kepada Ki Bagus Hadikusumo. Soekarno menjanjinkan rapat lagi beberapa bulan lagi untuk membahas soal penerapan syariat Islam,ternyata belum menggoyahkan prinsip Ki Bagus. Hingga Kaum Sekular menggunakan tangan Kasman Singodimedjo untuk meluluhkan hati Ki Bagus. Dengan bahasa jawa krama unggilnya akhirnya dengan perasaan berat Ki Bagus untuk sekali lagi mencoba legowo menerima sembari menunggu beberapa bulan ke depan untuk membicarakan lebih matang lagi doal dasar negara berdasarkan Islam. 
-
Pertarungan itu memanas kembali dalam majelis Konstituante, seluruh faksi Islam secara totalitas memperjuangkan Islam sebagai dasar negara. Sementara Propagandis Sekularisme, Kaum Komunis-Sosialis, Atheis, Kejawen,Theosofi, kaum anti Islam bergabung dalam satu barisan dibalik topeng Pancasila menghadang Umat Islam menjadikan Islam sebagai dasar negara, seraya menjadikan Indonesia berkiblat pada Ideologi Sekularisme. Pun Kasman Singodimedjo akhirnya menagih rayuan gombal Soekarno seraya menyesali sambil menitikkan air mata sudah menjadi alat untuk meluluhkan hati Ki Bagus saat dulu dalam rapat kilat settingan kaum Sekular. " Kemanakah kami kaum islamis ini berharap jika bukan dalam majelis ini ?" Hentak Kasman dalam majelis Konstituante. 
-
Tagihan Kasman dijawab oleh Soekarno yang bertransformasi menjadi diktator dengan membubarkan Konstituante, membubarkan Masyumi, merangkul Komunisme, dan mendengungkan Manupol usdek. Dan siapa saja bersuara kritis terhadap manipol usdek akan disikat. 
-
Orde lama tumbang, masuk Orde baru. Keluar lubang buaya, masuk mulut buaya, begitulah umat Islam Indonesia pada pergantian Orla ke orba. Pemaksaan asas tunggal Pancasila. Dan penyusutan untuk lebih mengontrol masyarakatnya. Soeharto menjadi diktator berikutnya. Seluruh partai dan komponen Islam disusutkan ke PPP, sementara Penerus gagasan Sekularisme Soekarno dengan seluruh derivasinya masuk dalam PDI, sementara Golkar yang sama-sama Sekular menjadi kendaraan bagi militer untuk untuk melanggengkan kekuasaannya. Hampir tidak ada celah untuk bergerak pada masa itu. 
-
Umat Islam membangun kekuatan dalam bawah tanah, karena muncul sedikit saja langsung dupukul, begitu juga walaupun sama-sama Sekular " komponen PDI " bergerak di bawah tanah. Hingga akhirnya Orba tumbang dengan reformasinya. " Komponen PDI " masuk lewat Megawati putri Soekarno, sementara umat Islam mulai terpolarisasi dengan dengan slogan-slogan " Politik Identitas " sudah usai, sebuah pernyataan untuk menyebut bahwa memperjuangkan Sistem Islam sudah tidak perlu digembor-gemborkan lagi. Ada juga slogan " yang penting kerja nyata " untuk menjelaskan bahwa memperjuangkan sistem Islam sudah tidak masuk dalam prioritas. 
-
Sementara " komponen PDI " membangun diri untuk Indonesia masa depan dengan sekularisme. Dan " komponen PDI" ini saat ini tengah berkuasa untuk melanggengkan Sekularisme, Kapitalisme, Liberalisme. Lihatlah siapa menkumhamnya, siapa mendagrinya ? Siapa pula menkopolhukam ? Dua pertama adalah kader komponen PDI , sementara satu yang terakhir adalah salah alumni Orba, Sementara yang lain adalah pemandu sorak. 
-
Kalau dulu masa orba ada pemaksaan manipol usdek dan juga pembubaran Masyumi. Sementara orba ada pemaksaan asas tunggal. Maka saat ini perppu. Sebuah pola berulang untuk memukul umat Islam. Ide Islam dikriminalisasi, Syariat Islam diphobiakan, Khilafah dimonsterisasikan, HTI dibubarkan. 
-
Namun perjuangan tak surut, muncul berbagai pergerakan Islam yang digawangi para pemuda muslim generasi baru, dengan dorongan moril generasi sebelumnya mereka bergerak memperjuangkan sistem Islam. Sudah pasti mereka akan menghadapi penjaga sistem Sekular. Ditengah perjuangan para pemuda muslim ini mereka akan menyaksikan bahwa antar kaum Sekular pun beradu dan bertarung berdarah-darah dalam pemilu, pilkada. Berbagai intrik pergerakan Sekular yang saling menerkam ini akan terpampang dengan jelas di depan mata mereka. Begitulah adigium politik sekular " tidak ada kawan abadi, yang ada adalah kepentingan abadi ". 
-
Mereka para pemuda muslim pejuang Islam ini akan diserang, disikat untuk mengatasi dan membatasi pergerakan mereka. Persekusi, pembubaran, akan mereka hadapi. Mereka tidak larut dalam genderang yang ditabuh, justru mereka para pemuda ini menabuh genderang dengan instrumen yang khas, yang berbeda dengan politik sekular yang menari-nari. 
-
Mereka bergerak bukan soal siapa ganti siapa. Bukan soal itu. Namun karena dorongan keimanan saja untuk memperjuangkan sistem Islam . 
-
22/03/'18
-
By : Pristian Surono Putro ( Pegiat Literasi )

Silahkan berkomentar dengan baik

 

Start typing and press Enter to search